Selasa, 29 Januari 2008

CERGAM MATERI BARU


Bukannya pengen ngeluh, tapi emang harus saya akui ada sedikit kegelisahan hari ini. Jadwal yang udah dibikin semakin mendekati finishnya, tapi progress malah semakin mundur, masalahnya emang ada di skrip untuk cergam yang harus dirombak ulang, walaupun sebetulnya di sisi lain saya senang karena skrip yang dulu yang akhirnya harus dirombak ulang itu adalah hasil brainstorming dengan kawan-kawan di komunitas KSB sana. Tapi saya dan Jino mengusahakan yang terbaik lah pastinya (ada kekhawatiran juga takut didiskon honornya! HAHAHAHAHA......b'canda!)

Anyway, kemarin adalah jadwal para residen ngumpul di studio, agendanya presentasi semi formal tentang progres, brainstorming, diskusi, dan lain-lain lah. Agak ngiri juga sih karena yang lain udah pada ngabret (ngebut), hehe...tapi ngga apa-apa lah, gaya orang kan emang beda-beda (haha, sedikit berapoloji)

Sebelum saya sudahi tulisan ini, akhir katanya saya copy paste kan skrip baru, saya optimisnya yang sekarang jauh lebih bagus, dan lengkap di bawahnya ada rasionalisasi cerita dan skenario. OK, simak ya! kasih masukan deh!

Hikayat si Bulat/ si Bulek


  1. Dikisahkan di suatu kampong di Kota Padang ada seorang anak bernama Muhammad Wahid Al-bulek.

  2. Sebenarnya dia adalah anak yang pintar, sering bertanya, senang berdiskusi dengan kawan-kawannya dan patuh terhadap orangtua, secara fisik, tubuhnya pun baik-baik saja, tidak bulat seperti namanya.

  3. Tetapi anak-anak nakal sering mengejeknya karena satu hal, namanya agak aneh “Al-bulek”

  4. Bahkan sesekali Al-bulek diejek dengan sebutan si kepala bola, kepala semangka, atau apapun yang berbentuk bulat, sungguh mereka itu bukan contoh yang baik, karena tidak menjaga perasaan orang lain.

  5. Al-bulek seringkali merasa sangat jengkel, tetapi sahabat-sahabatnya Juan dan Malik selalu menenangkannya. Mereka adalah sahabat yang baik dan mau menemani Al-bulek saat senang maupun sedih.

  6. Hingga suatu hari Al-bulek benar-benar kesal, setibanya di rumah setelah pulang sekolah Al-Bulek membanting pintu walaupun tanpa lupa mengucap “Assalamu’alaikum” terlebih dahulu.

  7. Ibunya keheranan, padahal biasanya Al-Bulek sangat lembut, tetapi ibu mau mengerti dan tidak berbalik marah, beliau malah mencoba menenangkan, sungguh ibu Al-Bulek adalah contoh yang baik, beliau selalu mau mendengarkan keluhan setiap orang.

  8. Saat itu, nenek juga sedang berada di rumah Al-bulek dan ikut menenangkan juga, hanya ayah yang belum pulang, beliau masih bekerja.

  9. Setelah Al-bulek ditanya oleh ibu dan nenek perihal kenapa dia marah, Al-bulek lalu menceritakan tentang hal buruk yang dialaminya di sekolah, dan bertanya dengan sedikit kesal kenapa dia harus dinamai Al-bulek.

  10. Nenek dan ibu saling tersenyum, nenek mengangguk pertanda beliaulah yang akan bercerita kepada Al-bulek. Ibu dan nenek adalah pasangan anak dan ibu yang kompak dan harmonis, tidak heran bila suasana rumah sangat hangat.

  11. Lalu nenek pun mulai bercerita. Dahulu, ketika Al-bulek masih didalam kandungan, ibu dan Ayah merupakan warga yang sangat aktif dalam Musyawarah Kampung. Karena kampung tempat ibu dan ayah tinggal berada di pesisir pantai dan rawan akan bencana alam, dalam MusyKam biasanya masyarakat kampong banyak berdiskusi tentang kesiapsiagaan bencana.

  12. Misalnya mereka bermusyawarah tentang lokasi/tempat untuk evakuasi seandainya (Na’udzubillaahi min dzaalik) gempa atau tsunami terjadi, berdiskusi bagaimana agar bukit di sekitar kampong tidak longsor, membicarakan pengelolaan sampah agar tidak menumpuk dan mengundang penyakit dan banjir, atau bersepakat bersama tentang pengumpulan uang warga yang disisihkan sebagian untuk keperluan bersama. Banyak sekali yang didiskusikan, tentu saja semuanya demi kesejahteraan kampong.

  13. Semua warga setuju dengan berdiskusi akan dihasilkan keputusan yang bisa diterima semua orang. Dengan diskusi semua orang bisa menyumbang pendapat-pendapat sekaligus saling menghargai pendapat-pendapat tersebut satu sama lain, dengan tukar pendapat semua orang jadi saling berbagi pengetahuan. Masalah juga akan lebih mudah diselesaikan karena dipikirkan bersama, dan yang penting akan memperkuat tali silaturahmi antar warga kampong.

  14. Di suatu pagi di hari Ahad/minggu, Subhanallah tiba-tiba gempa menggetarkan kampong dan daerah lain di kota Padang. Semua orang kaget tetapi tidak panic, dan mulai berlindung sambil sedapat mungkin menyelamatkan barang-barang penting.

  15. Setelah gempa reda semua keluar rumah karena khawatir akan terjadi tsunami.

  16. Sesuai dengan kesepakatan dalam Musykam, semua warga kampong mengevakuasi diri menuju bukit di seberang jalan raya.

  17. Gempa yang tadi terjadi rupanya memang mengundang tsunami datang, tetapi karena kekompakkan warga, tidak ada satu pun korban jiwa, hanya beberapa terluka ringan, Alhamdulillah.

  18. Termasuk orang tua Al-bulek beserta kakek dan neneknya, mereka selamat dari terjangan tsunami, walaupun saat itu ibu Al-bulek dalam keadaan hamil tua. Tetapi atas kebesaran Allah, ibu baik-baik saja hingga tempat evakuasi.

  19. Tidak lama, ibu Al-bulek merasa mual sekali, “mual bana!” beliau bilang, rupanya bayi di dalam kandungan akan lahir, nenek yang kebetulan pernah menjadi bidan kandungan membantu kelahiran ibu.

  20. Lalu lahirlah seorang anak laki-laki yang sangat tampan nan gagah seperti ayahnya dan dengan senyum yang lembut seperti ibunya. Lalu dengan diskusi antara ayah, ibu, kakek dan nenek, akhirnya bayi yang baru saja lahir itu dinamai: “Muhammad Wahid Al-Bulek”

  21. Dinamai Al-bulek sebagai ucap syukur orang tuanya kepada Allah, mereka selamat dari bencana alam salah satunya karena keputusan-keputusan yang hasil diskusi dan musyawarah dalam MusyKam tentang mengurangi resiko bencana. Alhamdulillah.

Al-bulek sendiri diambil dari pepatah lama Padang yang berbunyi: “Bulek Aia dek Pambuluah, Bulek Kato dek Mufakat”

Dengan nama Al-bulek, semoga orang-orang sekitar Al-bulek menjadi tahu tentang manfaat yang besar dari berdiskusi, berembug, bermusyawarah, menjaga tali silaturahmi, dan lain-lain.

  1. Setelah Al-bulek selesai mendengar cerita nenek tentang sejarah namanya, kini Al-bulek tidak marah lagi, malahan merasa bangga karena dirinya dinamai dengan nama yang indah dan penuh makna.

  2. Esoknya di sekolah, Al-bulek justru sangat girang dan kembali menceritakan sejarah di balik namanya. Sahabat-sahabatnya pun ikut kagum.

Sinopsis “Hikayat si Bulat/Bulek”

Berkisah tentang anak bernama Muhammad Wahid Al-Bulek, yang dalam bahasa Indonesia berarti bulat (dengan awalan al- agar tampak terdengar seperti nama arab). Nama yang cukup aneh hingga menggerakkan si empunya nama untuk bertanya seputar sejarah penamaan dirinya terlebih karena kawan-kawan sekelasnya seringkali mengejek namanya yang tidak biasa itu.

Ternyata diketahui bahwa dibalik nama Al-bulek itu tersimpan sejarah dan kearifan hidup yang luar biasa mengenai manfaat diskusi, musyawarah untuk mufakat, berembug/berkomunitas, dan hubungannya dengan kesiapsiagaan bencana.

Di akhir cerita, Al-Bulek (panggilan sehari-harinya) malah merasa bangga dengan nama yang dimilikinya, dan dengan berbekal nama itu, Al-bulek kembali bercerita tentang sejarah namanya kepada kawan-kawan dan orang-orang di sekitarnya, dan dengan sendirinya menularkan kearifan hidup di balik nama tersebut.

Rasionalisasi cerita “Hikayat si Bulek”

Dijuduli Hikayat agar tampak seperti dongeng, salah sau jenis penuturan yang dipercaya disukai oleh anak-anak.

Bulek merupakan padanan kata dalam bahasa Padang untuk kata Bulat, Bulek sendiri diambil dari pribahasa pepatah Minang tentang bermusyawarah “Bulek aia dek Pambuluah, bulek kato dek Mufakat”. Pepatah tadi sangat mewakili kegiatan berkomunitas dan aktifitas-aktifitas turunannya.

Penamaan yang kearab-araban dianggap mewakili kultur Padang yang relijius/ Islami. Seperti penerapan “awalan” Al- pada kata yang bukan Arab, dan nama depan Muhammad, serta Wahid yang berarti satu (dikisahkan Al-bulek adalah anak pertama dan masih satu-satunya yang lahir pada hari minggu/ahad –hari pertama dalam kebudayaan Arab-)

Salah satu masalah kultural di ranah Minang adalah kuatnya pola Top-Down (legislator/pemerintah-Masyarakat) termasuk dalam hal kesiap siagaan bencana, maka dari itu diputuskan untuk mengangkat manfaat dari berembug/bermusyawarah/ berkomunitas dalam cergam, terlebih bila menengok teori kekebalan komunitas. Dengan cergam ini, diharapkan di masa mendatang tertanam nilai-nilai yang berhubungan dengan berkomunitas/berembug pada diri anak-anak.

Penuturan cerita sejarah yang dilakukan nenek juga mewakili kekhasan local minang yang matrilinear (pemegang kebijakan ada di garis ibu), lalu ada penyebutan “Kota Padang” sendiri dalam salah satu paragraph.

Dalam beberapa paragraph diselipkan kalimat-kalimat dalam bahasa Arab yang lebih bertindak sebagai budaya islami, dan juga dibubuhkan kalimat dalam bahasa Minang.


1 komentar:

Anonim mengatakan...

nah yang ini keren.
Rancak bana!